Minggu, 06 Juni 2010

Larangan Menggunakan Hadits Lemah dan Palsu Dalam Khutbah (1)

Saat ini begitu maraknya para da'i yang berkhutbahdiatas mimbar dengan membawa hadits-hadits yang tanpa diketahui dahulu derajatnya. Apakah hadits yang diucapkannya shahih, hasan atau lemah apalagi palsu (wal 'iyaazu billaah...).
Maka pada postingan kali ini penulis ingin memamaparkan sedikit mengenai larangan penggunaan hadits Dha'if (Lemah)dan Maudhu'(Palsu) agar kita terhindar dari dosa yang harus kita pertanggung jawabkan dihadapan Allah Subhaana Wa Ta'ala nanti di hari kiamat.


Hadits secara istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan, perangai maupun sifat jasad beliau shalallahu 'alaihi wa sallam (Taisir Musthalah Hadits oleh Syaikh Mahmud Thahan hlm.14)

Adapun Lemah, dalam bahasa arabnya "Dhaif". Hadits lemah adalah hadits yang tidak memiliki kriteria hadits shahih dan hasan atau dengan kata lain bahwa hadits lemah adalah hadits yang tidak memiliki kriteria untuk bisa diterima.

Syarat dan kriteria agar sebuah hadits bisa diterima adalah:

1. Sanadnya bersambung
2. Perowinya Dhabit (hafalannya Kuat)
3. Perowinya Adil (Terpercaya)
4. Selamat dari Syuzuz (Kenyelenehan)
5. Selamat dari 'illat (cacat)

Pendapat Ulama Mengenai Pengamalan Hadits Dha'if (Lemah)

Pendapat pertama:
Hadits Dha'if tidak boleh diamalkan secara mutlak. Baik dalam masalah aqidah, hukum syar'i, targhib wat Tarhiib (Pemberian kabar gembira dan ancaman), fadhoilul amal (keutamaan amal) ataupun hanya sekedar untuk kehati-hatian. Ini adalah pendapat Imam Yahya bin Ma'in, Bukhori, Muslim, Ibnu Hajar dsb. Adapun ulama pada zaman kita seperti Syaikh Ahmad syakir dan Syaikh Albani.

Alasannya:
1. Bahwa masalahfadhilah amal itu sama dengan hukum halal dan haram, karena semua itu bagian dari syari'at Islam.
2. Hadits Shahih dan Hasan telah cukup untuk beramal dalam Islam, oleh karena itu tidak membutuhkan lagi hadits lemah.
3. Hadits lemah itu hanya memberi faedah sebuah dzon marjuh (sebuah persangkaan yang lemah) padahal tidak boleh berhujjah dengan persangkaan belaka. Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu, Rasulullah bersabda' "Jauhilah berprasangka, karena berprasangka adalah ucapan yang paling dusta." (HR. Bukhori no.6064 dan Muslim no.2563)

Pendapat Kedua:
Hadits dha'if bisa diamalkan secara mutlak, baik dalam menetapkan masalah halal,haram,wajib,sunnah dsb akan tetapi harus memenuhi tiga syarat, yaitu:
1. Tidak ada hadits lain serta tidak ada fatwa sahabat dalam masalah ini.
2. Hadits itu tidak sangat lemah.
3. Tidak ada hdits lain yang bertentangan dengannya.

Pendapat Ketiga:
Hadits lemahdapat diamalkan dalam fadhoilul amal (keutamaan amal), nasehat, kisah, targhib wat tarhiib dan semisalnya. Adapun kalau dalam masalah aqidah, hukum halal-haram dan yang semisalnya maka tidak boleh.
Namun para ulama yang membolehkan memberikan syarat-syarat yang sangat berat, yaitu:
1. Hadits itu lemahnya ringan, bukan berat.
2. Hadits itu harus selaras dengan keumuman hadits lain.
3. Hadits tersebut tidak boleh disebarkan agar tidak dianggap hadits shahih oleh orang-orang awam.
4. Saat mengamalkan hadits itu harus diyakini bahwa hadits itu lemah dan tidak shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Pendapat yang Rojih (kuat):
Pendapat yang rojih dan kuat adalah madzhab pertama yang menatakan bahwa hadits lemah tidak dibolehkan secara mutlak. Adapun mengenai syarat-syarat dari pendapat ketiga sanat berat dan sulit untuk dipenuhi kecuali oleh orang-orang yang benar-benar piawai dalam ilmu hadits. Padahal kenyataannya orang yang suka mengamalkan hadits dha'if (lemah)adalah orang-orang yang tidak banyak mengetahui ilmu hadits dengan baik.

Maka sikap yang lebih berhati-hati itu lebih baik daripada berdusta atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, " Barangsiapa yang mengkabarkan dariku sebuah hadits yang dia sangka bahwa itu dusta, maka ia termasuk salahsatu diantara dua orang pendusta" (HR. Muslim)

Dan dikhawatirkan ia terjerumus pada hadits berikut:
"Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempatnya dineraka. (Muttafaqun 'Alaih). BERSAMBUNG...




disarikan dari buku "Hadits Lemah dan Palsu yang pupuler di Indonesia oleh Ahmad Sabiq bin ABdul Lathif Abu Yusuf, Pustaka Al-Furqon)

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates